Tuesday, April 25, 2017

teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud

TEORI KEPRIBADIAN PENDEKATAN PSIKOANALISA SIGMUND FREUD 
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
 Mata Kuliah: Psikologi Kepribadian 
Dosen Pengampu: Wening Wihartati., S.Psi, M.Si 
Di Susun Oleh : 
Eka Kusuma W.B (1401016022)
 Ida Arofah (1401016024) 
Nivora Miga F (1401016025) 
Anis Lud Fiana (1401016026) 
Nur Sholikha (1401016028) 
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI 
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 
2017 
I. PENDAHULUAN 
Manusia merupakan makhluk yang fleksibel. Memiliki jasad dan jiwa untuk kehidupan yang mereka rasakan. Karakter manusia terkadang berubah-ubah dari waktu ke waktu untuk memperbaharui apa yang ada dalam imajinasinya sehingga membutuhkan kepribadian tingkat tinggi untuk melakukan dengan menyesuaikan kepribadiannya. Kepribadian manusia sangatlah sulit untuk dipelajari, selain karakter manusia yang sering berubah, setiap gerak geriknya terdapat makna yang tidak dapat disimpulkan secara pasti dan sangat abstrak untuk dipelajari. Kunci utama untuk memahami manusia menurut pandangan psikoanalisa adalah mengenali semua sumber terjadinya perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari. Freud mengembangkan sebuah penjelasan tentang struktur dasar kepribadian. Teorinya menyebutkan bahwa kepribadian seseorang sejatinya terbentuk dari tiga komponen seperti id, ego, dan super ego. Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana kepribadian terbentuk berdasarkan teori psikoanalisa. 
 II. RUMUSAN MASALAH 
1. Bagaimana Riwayat Hidup Sigmund Freud? 
2. Bagaimana Struktur Teori Kepribadian Sigmund Freud?
 3. Bagaimana Dinamika Kepribadian Sigmund Freud? 
4. Bagaimana Perkembangan Teori Kepribadian Sigmund Freud?
 5. Bagaimana Penerapan Teori Psikoanalisa dalam Terapi?
 III. PEMBAHASAN
 1. Riwayat Hidup Sigmund Freud Sigmund Freud kemungkinan lahir pada tangggal 6 Maret atau 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia, yang kini jadi republic Ceko. Freud adalah anak sulung dari Jacob dan Amalie Nathanson Freud. Freud terpikat oleh bidang kedokteran bukan karena ia jatuh cinta dengan praktik kedokteran, tetapi karena dia memiliki rasa ingin tau yang besar tentang sifat manusia. Ia masuk ke sekolah Kedokteran Universitas Wina (University of Vienna Medical School) tanpa berniat untuk mempraktikkan kedokteran. Ia justru lebih tertarik mengajar dan melakukan penilitian fisiologi, yang ia lanjutkan sekalipun ia sudah lulus dari Institut Fisiologi. Sebagai laki-laki Freud bermimpi menjadi seorang jenderal yang hebat atau pegawai pemerintah. Tetapi akhirnya ia mendaftar disekolah medis di Universitas Wina tempat ia menerima pelatihan yang sangat berpengaruh dalam membentuk teori kepribadian. Figur kunci dalam perkembanagn intelektual Freud adalah professor yang bernama Ernest Briicke. Setelah mendapatkan gelar medisnya, Freud bekerja dibidang neorologi. Akan tetapi karena alasan finansial termasuk kebutuhan untuk menyokong kehidupan keluarganya, Freud mengabaikan karier di bidang penelitian dan menjadi dokter praktik. Pada tahun 1897, setahuan setelah kematian ayahnya, Freud mengalami gangguan depresi dan kecemasan. Untuk memahami permasalahan yang dihadapinya, Freud memulai aktivitas yang terbukti benar-benar fundamental dalam perkembangan psikoanalisis a selfanalysis. 
 2. Struktur Teori Kepribadian Sigmund Freud.
 a. Id (Das Es) Adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem lainya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem tersebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Untuk keperluan dan maksud mencapai tujuanya, id memiliki perlengakapan berupa dua macam proses yaitu: 1. Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip dan sebagainya. 2. Proses Primer (Primer Vorgang), seperti misalnya orang lapar membayangkan makanan. Akan tetapi jelas bahwa cara “ada” yang demikian itu tidak memenuhi kebutuhan, orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Karena itu maka perlulah adanya sistem lain yang menghubungkan pribadai dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah das ich.
 b. Ego (Das Ich) Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (the reality principle). Apabila dikaitkan dengan contoh orang yang sedang lapar, maka bisa diterapkan bahwa ego bertindak sebagai petunjuk atau pengarah pada orang yang sedang lapar ini kepada makanan. Artinya, menurut petunjuk ego, orang yang sedang lapar tersebut akan berpikir bahwa tegangan yang dirasakan akan kebutuhan akan makanan (lapar) hanya dibatasi degan jalan memakan makanan. Berkembang untuk memenuhi kebutuhan id yang terkait dengan dunia nyata. memperoleh energi dari id
. c. Super Ego (Ueberich) Super ego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Menurut Freud, superego terebentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Fungsi utama dari super ego adalah: 1. Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau implus-implus naluri id agar implus-implus tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat. 2. Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan. 3. Mendorong individu kepada kesempurnaan.
 3. Dinamika Kepribadian Sigmund Freud 1) Insting Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai kekurangan nutrisi, dan secara psikologi sebagai keinginan akan makan. Insting mempunyasi empat macam sifat yaitu: a. Sumber Insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar. b. Tujuan Insting : adalah menghilangkan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan cara makan. c. Obyek Insting : adalah segala sesuat yang menjembatani antarakebutuhan yang timbul dengan pemenuhannya. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul karena isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu. d. Pendorong atau Penggerak Insting : adalah kekuatan atau intensitas keinginan berbeda-beda setiap waktu. Insting itu, yang tergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang (sampai batas tertentu) penggerak insting makannya makin besar. 2) Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis didistribusikan serta digunakan oleh ID, ego, superego. Oleh karena jumlah atau banyaknya energi terbatas, maka akan terjadi semacam persaingan diantara tiga aspek itu dalam mempergunakan energi tersebut. Kalau sesuatu aspek banyak mempergunakan energi (menjadi kuat) maka kedua aspek yang lain menjadi lemah. jadi dinamika kepribadian itu saling mempengaruhi antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan penghambat. 3) Kecemasan Dalam mendefinisikan kecemasan, Freud (1933/1964) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan situasi afektif yang dirasa tidak menyenangkan yang diikuti oleh sensasi fisik yang memperingatkan seseorang akan bahaya yang mengancam. Freud membagi kecemasan kedalam tiga jenis yakni: a. Kecemasan riel yaitu kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar (api, binatang buas). b. Kecemasan Neurotik adalah kecemasan atas tidak terkendalinya naluri naluri primatif oleh ego yang nantinya bisa mendatangkan hukuman. c. Kecemasan Moral adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan super ego atas ego individu berhubung individu telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral (orang tua, penegak hukum).
 4) Mekanisme Pertahanan Ego Bentuk-bentuk pokok mekanisme pertahanan ego yaitu: a. Penekanan atau represi b. Proyeksi c. Pembentukan reaksi. d. Fiksasi. e. Regresi. 4. Perkembangan Teori Kepribadian Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual (erogenus zone) 1. Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun) Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan. 2. Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun) Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini, fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya. 3. Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun) Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus Compex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah kateksis objek seksual kepada orang tua yang erlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya. 4. Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun) Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas). 5. Fase Genital Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer. Pada fase ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti : berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga
. 5. Penerapan Psikoanalisa dalam Terapi Corey dalam Lubis (2011) mengatakan bahwa teknik terapi psikoanalisa adalah untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh insight, dan memahami arti dari simtom-simtom yang dirasakan oleh klien. Proses terapi selesai ketika tujuan-tujuannya telah tercapai yaitu memperoleh pemahaman intelektual dan emosional dimana hal tersebut diharapkan dapat mengubah kepribadian. 5 teknik dasar dari terapi psikoanalitik terdiri dari: 1. Asosiasi Bebas Asosiasi bebas adalah teknik yang memberi kebebasan pada klien untuk mengatakan apa saja perasaan, pemikiran, dan renungan yang ada dalam pikirannya tanpa ada yang disembunyikan. Melalui teknik ini, klien diharapkan mampu melepaskan emosi yang berkaitan dengan pengalaman traumatik di masa lau yang terpendam (katarsis). Katarsis inilah yang mendorong klien memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif. Tugas terapis disini adalah memahami hal-hal yang di represi dan hanyut ke alam bawah sadar. Selanjutnya terapis akan menafsirkan hal tersebut dan menyampaikannya pada klien. Setelah itu, membimbing ke arah pemahaman dinamika kepribadian yang tidak disadari oleh klien. 2. Analisis Mimpi Freud menilai mimpi sebagai jalan istimewa menuju ketidaksadaran karena melalui mimpi, hasrat, kebutuhan dan ketakutan yang di pendam akan mudah diungkapkan. Pada saat klien tidur, pertahanan egonya akan melemah sehingga perasaan yang ditekan akan muncul ke alam sadar. Analisis mimpi memungkinkan terapis untuk mengetahui masalah-masalah yang tidak terselesaikan oleh klien. Pada dasarnya mimpi memiliki 2 taraf isi, yaitu isi laten dan isi manifes. Isi laten terdiri dari motif yang disamarkan, tersembunyi dan bersifat simbolik karena terlalu menyakitkan dan mengancam seperti dorongan seksual dan agresif. Sementara itu, isi manifes terdiri dari bentuk mimpi yang tampil dalam impian klien. Tugas terapis disini adalah menyingkap makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol dari isi manifes mimpi, sehingga dapat diketahui isi laten klien. 3. Analisis Resistensi Resistensi dipandang oleh Freud sebagai pertahanan klien terhadap kecemasan yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan dan perasaan yang direpresinya. Hal ini akan menghambat terapis dan klien memperoleh pemahaman dinamika ketidaksadaran klien. Jika terjadi resistensi, terapis harus membangkitkan perhatian klien dan menafsirkan resistensi yang paling terlihat untuk mengurangi kemungkinan klien menolak penafsiran. Resistensi dapat menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan sehingga sebisa mungkin terapis harus dapat memberi pemahaman pada klien agar membuka tabir resistensinya. 4. Analisis Transferensi Transferensi merupakan reaksi klien yang melihat terapis sebagai orang yang paling dekat dan penting dalam hidupnya di masa lalu. Sebagian besar terapis akan mengembangkan neurosis transferensi yang dialami klien di lima tahun pertama kehidupannya. Untuk itu terapis harus melakukannya secara netral, objektif, anonim dan pasif. Teknik ini akan mendorong klien menghidupkan kemabali masa lalunya sehingga memberi pemahaman pada klien mengenai pengaruh masa lalunya terhadap kehidupannya saat ini. Melalui transferensi, klien juga mampu menyadari konflik masa lalu yang masih dipertahankannya sampai sekarang. 5. Interpretasi (Penafsiran) Interpretasi merupakan prosedur dasar yang mencakup analisis terhadap asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transferensi. Terapis akan menyampaikan sekaligus memberi pemahaman pada klien mengenai makna dari tingkah laku klien yang dimanifestasikan melalui keempat teknik psikoanalisis tersebut. Tujuan dari penafsiran ini adalah agar mendororng ego klien untuk megasimilasi hal-hal baru dan mempercepat proses penyingkapan hal-hal yang tidak disadari. Penafsiran harus disampaikan pada saat yang tepat agar dapat diterima klien sebagai bagian dari dirinya. Apabila disampaikan terlalu cepat, kemungkinan klien akan melakukan penolakan, tetapi apabila penafsiran jarang dilakukan, kemungkinan klien akan sulit memperoleh insight atas masalahnya. Terapi dengan pendekatan psikoanalisa ini tidak terlalu tepat jika digunakan pada orang-orang yang ingin berfungsi sepenuhnya atau ingin mencapai aktualisasi diri, artinya tidak terlalu tepat bagi orang-orang sudah dalam keadaan baik, yang berkeinginan untuk menjadi lebih baik lagi. Orang-orang yang ingin beraktualisasi diri akan lebih baik apabila menjalani konseling dengan pendekatan humanistik dan eksistensial. Untuk terapi dengan pendekatan Psikoanalisa akan lebih tepat untuk klien-klien yang memiliki masalah berat sampai ringan, mulai dari masalah-masalah abnormal sampai pada masalah ringan, seperti putus cinta, trauma, dan lain-lain. 
 IV. KESIMPULAN 
Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni id, ego dan superego ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Id, adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem terebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Dalam menjalankan fungsi dan operasinya, id bertujuan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan. Ego, adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Ego tebentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego adalah upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu. Superego, adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Adapun fungsi utama dari superego adalah : a. Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls teresbut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat. b. Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan kenyataan. c. Mendorong individu kepada kesempurnaan V. PENUTUP 
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih membutuhkan penyempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi pembaca dan pemakalah khususnya. 
DAFTAR PUSTAKA 
Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press, 2009)
 Corvano Daniel. Lawrence A.Pervin,. 2008. Kepribadian (Teori dan Penelitian. Jakarta:Salemba Humanika Feis J Gregory, Jess Feis, Gregory J..Teori Kepribadian Edisi 7, (Jakarta: Salemba Humanikan Koeswara. 1997. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco Ubis, Halim, Agus Sujanto dll.1980. Psikologi Kepribadian. Jakarata: Aksara Baru Suryabrata. 1993. 
Psikologi Kepribadian,.Jakarta:Raja Grafindo Persada

No comments:

Post a Comment