DAKWAH DAN PROBLEM KONTEMPORER
Makalah
Makalah Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Dakwah
Dosen Pengampu : Drs. Kasmuri, M.Ag

Disusun Oleh:
Anis Lud Fiana (1401016026)
Reza Muhammad Azhari (1401016084)
Dina R. Sa’diah
(1401016101)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
I.
PENDAHULUAN
Era
globalisasi dan kontemporer ini seakan tidak bisa
dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan.
Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu
sama lain baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi
dari globalisasi sering memiliki pengaruh dan dampak yang negatif jika
dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek
kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan
serta memberikan dampak multidimensi.
Persoalan
yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk
kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment),
kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang
munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika.
Dampak globalisasi dalam dunia dakwah sangat
dirasakan dampaknya. Banyak kasus yang muncul, misalnya pergaulan bebas yang juga
muncul adalah dampak negatif dari nilai-nilai di atas. Persoalan miras,
narkoba, dan lain-lain, dikarenakan sebuah pemujaan terhadap kebebasan pribadi
yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama. Sehingga dampaknya ternyata
bukan hanya menimpa dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat dan siswa
yang lain. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang
dakwah kontemporer.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
pengertian dakwah kontemporer ?
B.
Apa
saja problema dakwah di era kontemporer ?
C.
Bagaimana
metode dakwah kontemporer ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dakwah Kontemporer
Dakwah kontemporer adalah dakwah
yang dilakukan dengan cara menggunakan teknologi modern yang sedang berkembang.
Dakwah kontemporer ini sangat cocok apabila dilakukan dilingkungan masyarakat
latarbelakang menengah keatas.
Teknis dakwah kontemporer ini lain
dengan dakwah kultural. Dimana dakwah kultural dilakukan dengan menyesuaikan
budaya masyarakat setempat, tetapi dakwah kontemporer dilakukan dengan cara
mengikuti teknologi yang sedang berkembang. Persaingan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi dewasa ini, khususnya dalam bidang periklanan adalah
tantangan da’i untuk segera berpimdah ke dakwah kontemporer yaitu dakwah yang
dimaksudkan adalah dakwah yang menggunakan fasilitas teknologi modern contohnya
iklan tv.
Materi dakwah yang tepat untuk
menghadapi masyarakat modern ini adalah materi tentang kajian yang bersifat
tematik, artinya islam harus di kaji dengan cara mengamil tema-tema tertentu
sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan
fasilitas yang tepat adalah dengan menggunakan media cetak dan elektronik.
B.
Problema
Dakwah Sebagai Dampak dari Kemajuan Era Kontemporer
Beberapa problema dakwah sebagai
dampak dari kemajuan era kontemporer ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Science
dan Teknologi
Menurut Koentowijoyo, ada tiga problem yang dianggap paling
menonjol bagi manusia modern dimana science dan teknologi sebagai basisnya dan
dengan tiga problem tersebut, manusia modern pantas diibaratkan sebagai cermin
yang terpecah-pecah. Problem-problem tersebut adalah industrialisasi,
rasionalisasi, dan alienasi
a)
Problem
Industrialisasi
Industrialisasi merupakan
sebuah hasil dari pengembangan sience dan teknologi telah banyak membuka
lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat yang sebelumnya bergerak di sektor
irigasi dan pertanian. Pertanian sudah
dianggap tidak menjanjikan, tidak saja karena hasilnya yang relatif rendah,
tetapi juga lahan pertanian yang ada semakin berkurang sebagai akibat dari
bertambahnya penduduk dan makin terkikisnya lahan pertanian oleh kegiatan
industrialisasi.
Di sisi industralisasi memang menjadikan kehidupan lebih
nyaman dengan memanfaatkan fasilitas yang diproduk oleh industri sehingga
berbagai kesulitan dapat teratasi dengan tepat dan aman. Namun demikian karena
industralisasi lebih mengutamakan efektifitas dan efisiensi maka
nilai personal yang selama ini terbangun dalam masyarakat pertanian, bergeser
menjadi inpersonal yang cenderung lebih individualis dan fragmatis.
Pada sisi lain industralisasi dengan demikian telah memaksa
seseorang untuk tunduk di atas kerja mesin yang secara programing diatur, baik
waktu, cara kerja maupun target hasil yang ingin dicapainya. Dengan kata lain
manusia dipaksa dengan tunduk kepada kerja mesin yang tidak mengenal rasa kemanusiaan dan yang
terjadi hanyalah sebuah keinginan untuk mencapai hasil produk yang berlimpah.
Kondisi seperti ini pada akhirnya akan membentuk sebuah karakter,
dimana manusia tidak mengenal sistem nilai dan moralitas agama yang slama ini
dipegang teguh secara turun menurun. Kondisi masyarakat industrial dari
perspektif budaya telah retak dan bercerai-berai dimana masyarakat yang selama
ini berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan, yang menyangkut nilai baik,
benar dan indah, menjadi terpecah-belah dan yang ada tinggallah naluri
keindahan (estetika) saja. Dengan demikian moral Al qur’an yang baik dan
benar tidak menjadi acuan.
b)
problem
rasionalisasi
August Comte telah mempetakan perkembangan pengetahuan manusia
secara evaluatif dari sejak pengetahuan yang bersumber dari agama yang
meletakkan kekuatan adikodrati (Tuhan) sebagai penyebab segala peristiwa yang
terjadi, bergeser pada pengetahuan metafisik. Pada periode ini peran
Tuhan tergeser oleh potensi filsafat yang bersifat abstrak dan substantif.
Selanjutnya pengetahuan manusia yang metafisis tersebut bergeser kepada
pengetahuan yang bersifat faktual yang oleh penemunya, August Comte
disebut positifisme. Pada era ini manusia menjadikan pengetahuan rill
yang bersifat induktif sebagai sumber dari pengetahuan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan buah dari rasionalisme
sudah mampu merubah tatanan kehidupan semakin nyaman dan mudah. Kemudahan-kemudahan
itu dirasakan tidak saja menyentuh pada persolan akses terhadap potensi
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi sudah merambah pada seluruh
sektor kehidupan seperti ekonomi, budaya, pertanian, pendidikan, militar,
birokrasi dan lain-lainnya.
Persoalan kemudian muncul, ketika sikap dan perilaku manusia secara
utuh menyandar segala penyelesaian problema kehidupannya hanya kepada ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang merupakan hasil temuan dan ciptaannya sendiri,
maka pada akhirnya manusia tidak akan memberikan tempat kepada agama yang
selama ini diyakini kebenarannya. Agama kemudian dianggap sebagai suatu yang
hanya mengatur perkawinan, kematian serta ritual-ritual lain yang dapat
menghubungkan manusia dengan maha pencipta saat ada kebutuhan. Artinya kalau
tidak ada suatu kebutuhan, maka intervensi Tuhan tidak dibutuhkan.[1]
c)
problem
alienasi
Problem alienasi atau merasa asing dalam keramaian adalah
sebagai akibat dari perkembangan industralisasi dan rasionalisasi.
Manusia ketika itu banyak yang kehilangan pijakan, serta merasa berada dalam
suatu kehidupan yang semakin tidak menentu. Tuhan yang diyakini, tidak banyak
membantu dalam penyelesaian berbagai problem kehidupan, menjadikan manusia
putus asa, dan tidak berdaya menghadapi kesulitan hidup yang ia sendiri tidak
padam mengapa hal tersebut terjadi.
Bila demikian, problem alienasi tidak hanya dirasakan oleh
mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam proses kemajuan. Hal tersebut
dikarenakan mereka mengalami berbagai hal yang tidak memungkinkan untuk
mendapatkan akses dalam kemajuan, seperti kurang dibekalinya skill dan profesionalitas
di tengah-tengah persaingan hidup. Tetapi lebih jauh alienasi juga akan dirasakan oleh mereka yang cukup
piawai dalam pemilihan terhadap berbagai fasilitas dan mereka yang mempunyai
kemampuan dalam menyikapi suatu kehidupan yang dianggapnya lebih layak dan
menjanjikan.
Untuk yang pertama, rasa ketersaingan akan melahirkan penyimpangan
perilaku yang menyusahkan banyak orang seperti, tindak kejahatan yang disertai
kekerasan, anak jalanan, pelacuran, msbuk-mabukan, bunuh diri serta
meminta-minta dan lain-lainnya.
Kedua, rasa keterasingan akan melahirkan penyimpangan perilaku yang
juga akan merugikan banyak orang seperti korupsi, penyucian uang, pemalsuan
identitas, teror, bunuh diri, dan sebagainya. Semua penyimpangan perilaku
tersebut adalah konsekwensi dari rasa keterasingan yang justru berada dalam
kecukupan materi, serta sebagai konsekwensi dari rasa bosan yang justru berada
dalam gemerlapannya hiburan.
Problem-problem kontemporer diatas semestinya tidak boleh terjadi
bila agama islam, dalam artian yang sebenarnya, menjadi bagian dalam sistem
kehidupan. Adakalanya tugas dakwah untuk menjelaskan berbagai akibat negatif
dari penyimpangan perilaku dan tugas dakwah pula untuk membimbingnya ke jalan
yang seharusnya dilalui sesuai dengan petunjuk Allah dan Rosulnya, melalui
suatu pendekatan yang menyenangkan serta motifasi yang menyejukkan seperti yang
dijelaskan Allah dalam surah Ali Imron 159 yang artinya maka disebabkan
Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan dari diri sekelilingmu.
Karena itu maaafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahkan dengan dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhny Allah menyukai
orang-orang yang brtawakkal kepada-Nya.
2.
Informasi
dan Globalisasi
Diakui bahwa kekuatan baru di era globalisasi, yaitu ketika dunia
sudah tidak mengenal batas geografis, budaya dan bahkan agama seperti sekarang,
adalah berada diatas kekuatan informasi, dan karenanya barang siapa yang
menguasai informasi maka ditangan merekalah kekuatan berada.
Informasi sebagai kekuatan baru mampu membentuk sikap dan karakter
seseorang berubah seketika, tidak hanya hitungan jam apalagi hari tetapi bisa
dalam hitungan menit atau detik saja. Dengan demikian tidak salah kalau
kemudian dikatakan bahwa informasi mampu menciptakan sebuah revolusi dalam suatu
pranata sosial kehidupan global yang lebih desentralistik serta demokratis.
Namun demikian bukan berarti, revolusi informasi dan globalisasi
itu tidak akan menimbulkan problem baru bagi kehidupan, paling tidak ada
beberapa kekhawatiran dari dampak globalisasi dan teknologi informasi, misalnya
dari tokoh George Gerbner seorang pakar komunikasi dan peneliti televisi di
Amerika mengatakan bahwa televisi adalah agama masyarakat industri. Televisi
telah menggeser agama-agama konvensional karena khotbah-khotbahnya didengar dan
disaksikan oleh jamaah besar daripada jamaah agama manapun.[2]
3.
Kebangsaan
dan Pluralisme
Istilah kebangsaan sering dikaitkan dengan sebuah bangsa dalam
suatu ikatan keanggotaan yang disusun secara sengaja dan kadang memaksa dalam
suatu bangsa atas dasar kesamaan identitas etnis dan keagamaan serta kesetiaan
politik. Istilah lain yang searti adalah keumatan yang cenderung bernuansa
religius karena kita umat adalah istilah Al Qur’an dan sering digunakan oleh
umat islam yang penggunaannya sesuai dengan perkembangan umat Islam dari waktu
ke waktu.
Menurut Sidney Jones, kata
umat dipakai hanya meliputi sesama kaum muslimin yang tinggal disebuah kawasan,
ketika masyarakat suku-suku bangsa Indonesia di jajah oleh pemerintah kolonial.
Kemudian berkembang meliputi semua kaum muslimin diseluruh dunia. Sedangkan
pluralisme yang dalam filosofi bangsa Indonesia berada dalam bingkai Binneka
Tunggal Ika, tidak hanya berkaitan dengan ras, etnis, bahasa dan warna
kulit, tetapi juga menyangkut beberapa hal yang lebih luas seperti budaya dan
agama.
Beberapa ayat ini menurut para ahli dapat menyembatani konsep plurarisme
ini :
Hujurat ayat 13 yang artinya hal manusia sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa kepada diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal.
Demikian juga dalam surah al-Syura ayat 8 yang artinya dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah
menjadikan mereka satu umat (saja).
4.
Civil
society dan demokrasi
Problem dakwah yang lain adalah semakin kuatnya civil society dan
demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dianggap oleh sebagian
umat islam sebagai ancaman terhadap pemerintahan yang sah. Dalam dunia modern,
civil society sebagai lembaga non pemerintah menghendaki warga sipil untuk
lebih berdaya dalam menghadapi berbagai permasalahan bangsa dan negara, dan
bersama kekuatan yang lain yaitu negara dan pengusaha secara bersama-sama
membangun budaya yang demokratis.
Dalam teori kenegaraan modern ada tiga domain yang kesemuanya harus
kuat yaitu negara, civil society atau masyarakat dan pengusaha. Dimana
ketiganya saling membangun demokratisasi sesuai dengan konstitusi
masing-masing.
Dakwah dengan demikian dapatnya menemukan tema-tema sentral yang
menjembatani berbagai problema di atas, bahwa mayoritas bangsa indonesia adalah
beragama Islam maka penguatan terhadap civil society sebenarnnya umat islam
pihak yang diuntungkan . hal ini bisa dipahami karena civil society akan
memposisikan daya tawar umat islam menjadi semakin kuat, sehingga upaya untuk
menegosiasikan konsep daaan ajaran islam dalam tataran kebijakan negara akan
lebih mudah dibanding dengan menggunakan kekuata fisik yang cenderung merusak
citra islam sendiri.
5.
Agama
dan sistem nilai
Problem kontemporer yang lain adalah keberagamaan agama dan sistem
nilai yang dibangunnya bergeser kepada berbagai persoalan kehidupan yang
dianggap telah menggantikan posisi agama dengan segala muatan sistem nilainya.
Ketika manusia berada dalam suasana dimana kehidupan masih sederhana, keakraban
serasa menyejukkan sehingga relasi antar manusia sangat personal dan penuh
persaudaraan, dalam suasana sistem nilai yang di taati.
Namun ketika manusia sudah banyak tercukupi oleh berbagai fasilitas
dan materi sebagai akibat dari kemajuan ilmu teknologi, sistem nilai yang
dibangun oleh agama, bergeser kepada sistem nilai yang dibangun oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai agama tentang ukhuwah dalam suasana batin keakraban yang sangat
personal bergeser kepada nilai inpersonal. Nilai agama tentang ta’awun dalam
suasana batin kegotong-royongan bergeser pada individualis, demikian seterusnya.[3]
6.
Metode
Dakwah Kontemporer
Metode dakwah yang dapat di aplikasikan dalam berbagai pendekatan
dakwah kontemporer, diantaranya adalah :
1.
Pendekatan
personal ; pendekatan ini terjadi dengan individual. Antara Da’i dan mad’u
langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikanlangsung diterima.
2.
Pendekatan
pendidikan ; pada masa nabi dakwah lewa pendidikan dilakukan beriringan dengan
masuknya islam kepada kalangan sahabat. Begitu juga pada masa sekarang ini bisa
lilihat darinteraplikasinya dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren, yayasan
yang bercorak islam ataupin perguruan yang terdapat materi-materi keislaman.
3.
Pendekatan
diskusi ; pendekatan diskusi pada era sekarang dilakukan lewat berbagai diskusi
keagamaan, da’i berperan sebagai nara sumber.
4.
Pendekatan
penawaran ; cara ini dilakukan nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa
paksaan sehingga mad’u ketika meresponnya tidak dalam keadaan tertekan bahkan
ia melakukannya dari hati.
5.
Pendekatan
misi ; maksud dari pendekatan ini adalah pengiriman para da’i ke daerah-daerah
di luar tempat domisili.[4]
IV.
KESIMPULAN
Dakwah kontemporer adalah dakwah
yang dilakukan dengan cara menggunakan teknologi modern yang sedang berkembang.
Dakwah kontemporer ini sangat cocok apabila dilakukan dilingkungan masyarakat
latarbelakang menengah keatas.
Teknis dakwah kontemporer ini lain
dengan dakwah kultural. Dimana dakwah kultural dilakukan dengan menyesuaikan
budaya masyarakat setempat, tetapi dakwah kontemporer dilakukan dengan cara
mengikuti teknologi yang sedang berkembang.
Beberapa problema dakwah sebagai
dampak dari kemajuan era kontemporer ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Science dan Teknologi, Informasi dan Globalisasi, Kebangsaan dan Pluralisme,
Civil society dan demokrasi, Agama dan sistem nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat
,Jalaludin, Islam Aktual, (Bandung: Mizan 1991)
Sunardi,
Nietzsche, (Yogyakarta: LkiS, 1996)
Syamhudi
, Hasyim, Filsafat Dakwah,(Yogyakarta: Pustaka Ilmu)
No comments:
Post a Comment