Thursday, May 25, 2017

evaluasi goal attainment



MAKALAH
Evaluasi Goal Attainment
Mata Kuliah : Evaluasi Program BK
Dosen Pengampu : Anila Umriana, M.Pd

Anis Lud Fiana           (1401016026)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016




       I.            PENDAHULUAN
Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sejak lama. Pada masa Yunani, evaluasi telah dilakukan walaupun masih dalam bentuk yang sederhana dan dianggap sebagai studi tersendiri dan dianggap sebagai suatu profesi yang profesional. Misalkan saja Sicrates yang membuat evaluasi sederhana terhadap pelajaran yang ia berikan kepada murid-muridnya. Pada tahun 1970 evaluasi baru menjadi suatu kajian yang diangkat sebagai studi tersendiri dan dianggap profesi yang profesional.
Para ahli evaluasi tersebut kemudian mengemukakan berbagai macam model evaluasi. Khusus dalam bidang bimbingan dan konseling, model evaluasi yang sering digunakan untuk mengevaluasi program bimbingan dan konseling salah satunya adalah model Goal Attainmen yang dikemukakan oleh Tyler. Berikut ini penulis ingin menyampaikan tentang model evaluasi Goal Attainment.[1]
    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah langkah-langkah dari evaluasi model Goal Attainment ?
B.     Apa saja kekurangan dan kelebihan dari evaluasi model Goal Attainment ?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Evaluasi  Goal Attainment
Tyler adalah seorang yang dianggap bapak evaluasi, karena pada tahun 1950 telah memberikan sumbangannya dalam memberikan definisi pada evaluasi. Tyler menganggap evaluasi merupakan proses pembandingan antara tujuan yang ditetapkan dengan tujuan yang dapat dicapai. Definisi Tyler ini memiliki penekanan pada apa yang telah dicapai melalui program.
Menurut Tyler evaluasi (dalam kaufman dan Thomas, 1980) pengertian evaluasi perlu ditekankan pada pemerolehan gambaran mengenai evektifitas sistem pendidikan yang mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan/pembelajaran. Penekanan evaluasi pada aspek hasil ini didasarkan pada pemahaman bahwa tujuan pendidikan/pembelajaran adalah adanya perubahan tingkah laku yang diinginkan pada peserta didik. Untuk itu maka evaluasi diarahkan untuk memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan itu telah terjadi pada peserta didik. Dengan diperolrhnya informasi mengenai sejauh mana tujuan-tujuan dicapai, maka diambil keputusan tentang tindakan yang perlu diambil sehubungan dengan perbaikan sistem pendidikan dan peserta didik yang bersangkutan.
Evaluasi harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus-menerus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara berkelanjutan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tidak hanya terbatas pada segi pengetahuan (kognitif) saja, melainkan juga mencakup dimensi keterampilan dan nilai atau sikap. Bervariasinya tujuan pendidikan tesebut memberikan implikasi pada penggunaan alat ukur/intrument  evaluasi. Evaluasi tidak cukup lagi hanya menggunakan tes tertulis, akan tetapi juga tes perbuatan, lembar pengamatan, serta inventari.
a.       Langkah-langkah evaluasi
Model evaluasi berbasis tujuan telah dikembangkan dan digunakan selama delapan tahun pada akhir 1930. Proses ini membawa Tyler memahami evaluasi sebagai proses menentukan seberapa besar tujuan sebuah program dapat dicapai. Berdasarkan pemikiran itulah, maka Tyler mengembangkan langkah-langkah yang digunakan yang dilakukan dalam melakukan evaluasi (Fitzpatrick, et.al, 2004:72). Langkah-langkah tersebut meliputi :
1)      Menentuan tujuan seluas-luasnya atau sasaran-sasaran
2)      Mengklasifikasikan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran
3)      Menegaskan sasaran dalam bentuk perilaku
4)      Menemukan situasi-situasi dalam pencapaian  tujuan yang dapat dilihat
5)      Mengembangkan atau memilih teknik pengukuran
6)      Mengumpulkan hasil data
7)      Membandingkan hasil data dengan perilaku berdasarkan tujuan[2]
Goodlad dalam Sanders (2004) berpendapat bahwa Tyler mempermudah evaluasi karena adanya tujuan umum untuk menentukan tujuan lebih baik daripada penentuan tujuan khusus (perilaku) yang tepat. Meskipun demikian tujuan yang luas untuk kegiatan apa untuk kegiatan apa pun pada akhirnya menuntut definisi operasional. Adany defnisi operasional membuat rencana pengukuran dan pengaturan dapat dipilih. Melalui penentuan tujuan umum dan khusus, Tyler percaya bahwa penyedia layanan dibutuhkan untuk merundingkan kepentingan dan arti tujuan layanan mereka.
Goodlad (1979) mencacat bahwa Tyler menggambarkan enam kategori dari tujuan pendidikan di Amerika  (Fitzpatrick, et.al, 2004:72)
1)      Tambahan informasi
2)      Perkembangan dari  kebiasaan kerja dan kemampuan belajar
3)      Perkembangan cara berpikir yang efektif
4)      Internalisasi sikap, minat, apresiasi, dan sensitivitas sosial
5)      Pemeliharaan kesehatan fisik
6)      Perkembangan filosofi hidup
Satu publikasi yang menyatakan pemikiran mengenai tujuan pendidikan yaitu Hanbook Education Variables (Nowakowski, Bunda, Working, Bernacki, dan Harrington, 1985). Pedoman tersebut membagi perkembangan siswa tingkat dasar dan siswa tingkat dua dalam tujuh kategori, meliputi:
1)      Kecerdasan
2)      Emosi
3)      Fisik dan Rekreasi
4)      Estetis dan Kebudayaan
5)      Moral
6)      Kejuruan
7)      Sosial
Satu dari tipe kategori ini diuraikan dalam bagian yang begitu luas untuk dikembangkan. Seperti sumber mencontohkan tingkatan pada pendekatan yang telah dikembangkan oleh Tyler. Goodlad (1979) menekankan bahwa evaluasi pendidikan di Amerika tidak bisa membuat banyak kemajuan sampai tujuan ini dibahas, diterima, ditetapkan secara operasional dan diawasi. Tyler menekankan betapa pentingnya memeriksa secara garis besar tujuan sebelum menerimanya sebagai dasar untuk mengevaluasi kegiatan. Pemeriksaan tujuan yang menggunakan tiga sumber filosofis ( sifat pengetahuan), sosial (sifat masyarakat), dan pedagosis (sifat dalam pelajar dan proses pembelajaran.
Pendekatan berorentasi tujuan telah mendominasi pikiran dan perkembangan dari evaluasi sejak tahun 1930 di USA dan di wilayah lain. Bloom dan Krathwohl mempengaruhi perbaikan pendekatan evaluasi berorientasi tujuan dan peneltian mereka tentang taksonomi tujuan pendidikan yang memiliki tiga ranah, meliputi : ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah konatif. Dengan perkembangn taksonomi tujuan ini, pendidik memiliki peralatan yang kuat untuk membantu mereka dalam penggunaan pendekatan Tyler dalam evaluasi.
B.     Kelebihan dan kekurangan evaluasi model Goal Attainment
a.       Kelebihan evaluasi model Goal Attainment
Kelebihan evaluasi goal attainment merupakan model evaluasi ysng sederhana penekanan evaluasi hanya pada aspek hasil saja membuat evaluasi mudah dipahami, diikuti dan di implementasikan. Model evaluasi ini sudah disimulasikan selama bertahun-tahun sehungga menghasilkan tindakan dan instrumen yang sudah diperhalus. Literatur evaluasi berorientasi tujuan banyak, serta diisi dengan ide kreatif untuk mengaplikasikan pendekatan ini.
Perkembangan model evaluasi berbasis tujuan dalam waktu yang lama membuat cara-cara melakukan pengukuran menjadi bervariasi. Tyler mencoba menggunakan ukuran-ukuran lain dari suatu capaian yang tidak sama denganukuran-ukuran yang dipegunakan sebelumnya. Kemajua ini, ditambahkan lagi dengan adanya pengembangan berbagai intrumen, baik individual maupun kelompok yang dapat digunakan dalam evaluasi.
b.      Kekurangan evaluasi model Goal Attainment
Meskipun memilik banyak kelebihan, akan tetapi model evaluasi Goal Attainment ini juga memiliki kekurangan. Bebeapa kekurangan tersebut meliputi :
1)      Mengabaikan aspek perencanaan dan proses pada proses pembelajaran
2)      Banyak kekurangan standar penilaian yang penting untuk di observasi
3)      Ketidaksesuaian antara tingkat tujuan dan pelaksanaannya
4)      Pengabaian nilai tujuan pendekatan evaluasi itu sendiri
5)      Mengabaiakan alternatif-alternatif penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan program
6)      Melalaikan konteks yang memiliki wewenang evaluasi
7)      Mengabaikan hasil penting lainnya yang ditutupi oleh tujuan (hasil yang sengaja didapatkan dari kegiatan)
8)      Mengabaikan fakta-fakta dari nilai program yang tidak dapat digambarkan dengan tujuan itu sendiri[3]
 IV.            KESIMPULAN
Model evaluasi berbasis tujuan telah dikembangkan dan digunakan selama delapan tahun pada akhir 1930. Proses ini membawa Tyler memahami evaluasi sebagai proses menentukan seberapa besar tujuan sebuah program dapat dicapai. Berdasarkan pemikiran itulah, maka Tyler mengembangkan langkah-langkah yang digunakan yang dilakukan dalam melakukan evaluasi (Fitzpatrick, et.al, 2004:72).
Kelebihan evaluasi goal attainment merupakan model evaluasi ysng sederhana penekanan evaluasi hanya pada aspek hasil saja membuat evaluasi mudah dipahami, diikuti dan di implementasikan. Model evaluasi ini sudah disimulasikan selama bertahun-tahun sehungga menghasilkan tindakan dan instrumen yang sudah diperhalus. Literatur evaluasi berorientasi tujuan banyak, serta diisi dengan ide kreatif untuk mengaplikasikan pendekatan ini.
Meskipun memilik banyak kelebihan, akan tetapi model evaluasi Goal Attainment ini juga memiliki kekurangan. Diantaranya : Mengabaikan aspek perencanaan dan proses pada proses pembelajaran, Banyak kekurangan standar penilaian yang penting untuk di observasi, Ketidaksesuaian antara tingkat tujuan dan pelaksanaannya, dll.

    V.            PENUTUP
Demikian yang dapat kami tulis, apabila ada kesalahan kami mohon maaf. Kami mengharap kritik dan saran yang membnagun agar dapat menjadi sumber rujukan sehingga menjadikan apa yang kami tulis ini lebih baik di masa mendatang. Semoga bermanfaat bagi kita semua.




DAFTAR  PUSTAKA
Badruman, Aip, Teori dan Aplikasi Program Bimbingan Konseling, Jakarta Barat :Indeks, 2011
http:ekodagenik.blogspot.co.id/2003/03/teknik-teknik-evaluasi-kegiatan-.htlm?m=1
Winkel  W. S. & Sri, Hastuti,Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan,Yogyakarta :Media Abadi, 2010



[1] http:ekodagenik.blogspot.co.id/2003/03/teknik-teknik-evaluasi-kegiatan-.htlm?m=1
[2] Winkel W. S,Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan,Yogyakarta :Media Abadi, 2010
[3] Aip Badruman, Teori dan Aplikasi Program Bimbingan Konseling, Jakarta Barat :Indeks, 2011, hlm. 40-43

No comments:

Post a Comment